RAB.com (JAKARTA): Apa yang terjadi setelah kematian? Agama dan sains punya jawaban berbeda. Tiap bidang sains bahkan memiliki penjelasannya masing-masing. Dari sudut pandang biologi molekuler, ratusan gen dengan beragam fungsi justru “hidup” lagi secara seketika setelah makhluknya mati. Dalam kelompok ini termasuk gen-gen penentu perkembangan janin dan gen kanker.
“Aktivitas gen-gen yang biasanya menjadi “off” setelah proses kelahiran dan gen-gen sejak awal diduga terkait dengan kanker ini memuncak sekitar 24 jam setelah kematian,” demikian ungkap Peter Noble dan Alex Pozhitkov yang mempublikasikan hasil risetnya di Royal Society Open Biology pada Januari 2017 lalu.
Dua orang dari University of Washington, Seattle, ini berperan di balik jawaban biologi molekuler yang bisa mengubah definisi tentang kematian. Keduanya menyelidiki aktivitas ratusan gen pada organ tubuh ikan zebra dan pada sampel otak dan hati tikus segera setelah kematiannya. Tim Noble mengukur jumlah materi genetik mRNA (messenger RNA) yang ada.
Materi genetik ini, yang digunakan gen untuk meminta sel membuat sejumlah produk seperti berbagai jenis protein, secara umum kadarnya turun drastis setelah kematian terjadi. Peningkatan mRNA mengindikasikan bahwa sejumlah gen menjadi lebih aktif. Aktivitas mRNA yang terkait dengan 548 gen zebrafish dan 515 gen tikus justru mencapai satu atau lebih puncaknya segera setelah terjadi kematian.
Tim Noble melakukan pengukuran itu beberapa kali hingga empat hari setelah kematian. Tim peneliti lalu membandingkan kadar itu dengan kadar mRNA yang diukur pada saat kematian terjadi.
“Fakta ini menunjukkan ada energi cukup dan fungsi sel pada beberapa gen yang bisa dihidupkan dan tetap aktif lama setelah hewan mati,” ujar Noble. “Yang mengejutkan, gen yang berperan untuk pertumbuhan embrio justru hidup lagi setelah kematian,” kata Noble seperti dikutip laman NewScientists edisi akhir Januari 2017.
Noble tak tahu pasti alasan di balik keanehan itu. Namun, ia menduga banyak gen menjadi aktif sebagai bagian dari proses fisiologis yang membantu kesembuhan atau pemulihan setelah cedera fisik serius. Dia mencontohkan sejumlah gen yang setelah kematian punya cukup energi untuk memicu proses inflamasi yang melindungi terhadap kerusakan lebih parah, seperti saat hal sama terjadi saat tubuh tetap hidup.
Proses yang mirip kemungkinan terjadi pada manusia. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa berbagai jenis gen, termasuk yang terlibat dalam otot jantung berkontraksi dan penyembuhan luka, menjadi aktif lebih dari 12 jam setelah kematian pada manusia yang meninggal karena luka di berbagai bagian tubuh (multiple trauma), serangan jantung, atau tercekik.
Dugaan lainnya, melemahnya aktivitas sejumlah gen secara cepat yang biasanya menggungguli gen lain–seperti yang terlibat dalam perkembangan embryologis–bisa jadi memungkinkan gen yang biasanya “tenang” menjadi aktif dalam jangka waktu pendek. Sejumlah gen yang memicu kanker juga aktif. Itu bisa menjelaskan mengapa orang yang menerima organ dari donor yang telah meninggal punya risiko kanker lebih tinggi.
Dari transplantasi, kanker, hingga definisi
Penelitian tentang kematian punya implikasi pada transplantasi organ, kedokteran forensik, dan definisi tentang kematian. Ashim Malhotra dari Pacific University di Oregon mengatakan, studi dalam bidang ini amat jarang padahal punya manfaat. “Penting untuk memahami apa yang terjadi pada organ setelah manusia mati, terutama kalau kita berniat memakai organnya,” ujarnya.
“Pendekatan penelitian dengan mengukur aktivitas gen ini bisa menjadi alat untuk mengukur kualitas organ donor,” imbuhnya. Penemuan ini bisa berpengaruh pada bagaimana melakukan transplantasi organ dengan aman.
Fakta bahwa beberapa gen terkait dengan kanker menjadi aktif setelah kematian pada hewan, bisa jadi berguna untuk mengurangi angka kejadian kanker pada manusia yang menerima organ cangkokan, kata Noble. Orang yang penerima hati cangkokan, contoh dia, lebih besar kemungkinannya menderita kanker setelah pengobatan dibandingkan mereka yang tak menerima organ cangkokan.
“Rangkaian obat yang perlu mereka minum untuk mengendalikan sistem kekebalan tubuhnya sehingga tidak menyerang organ baru kemungkinan menyumbang pada adanya kanker. Tapi tetap berguna untuk menelisik apakah gen pengaktif kanker pada donor hati juga punya peran,” kata Noble.
“Inti dari studi ini adalah kita bisa mendapatkan informasi tentang kehidupan dengan mempelajari kematian,” kata Noble. Begitu pula membantu patholog memastikan waktu kematian secara lebih akurat. “Gen-gen ini punya aktivitas siklus puncak dan terendahnya dalam ‘pola yang aneh’, yang berbeda dengan pola kacau dari sebagian besar DNA yang mudah hancur,” kata Noble.
Bagi ilmuwan forensik, mengetahui bagaimana aktivitas satu gen meningkat dan mereda pada beberapa saat berbeda setelah kematian berguna untuk mengetahui mengapa dan bagaimana seseorang mati. Mengukur kadar mRNA memungkinkan kita memastikan kapan waktu meninggal dengan lebih akurat hingga hitungan jam bahkan menit, dan membantu merekonstruksi kejadian di seputar kematian.
Penelitian juga memunculkan sejumlah pertanyaan penting terkait definisi kematian yang secara lazim diterima saat detak jantung, kegiatan otak, dan pernafasan berhenti. Jika banyak gen masih bisa aktif hingga 48 jam setelah kematian, apakah berarti seseorang secara teknis masih hidup pada jangka waktu itu? “Mempelajari kematian, jelas akan memberi informasi baru tentang biologi kehidupan,” kata Noble.
Menurut Graham Williams, konsultan genetika forensik pada University of Huddersfield, Inggris, sangat bagus melihat adanya kemajuan yang dibuat dalam soal ini. “Tapi penelitian lanjutan diperlukan sebelum ihwal gen yang hidup setelah kematian ini bisa diaplikasikan secara nyata dalam praktek kedokteran.”