RAB.com (JAKARTA): Upaya pencegahan primer (belum mengalami) dan sekunder (sudah mengalami) terkait stroke perlu terus disosialisasikan. Kedua upaya tersebut diperlukan untuk menjaga dan mengurangi tingkat keparahan pada penderita stroke.
Dokter Spesialis Saraf Prof. Moh Hasan Machfoed, mengatakan bagi penderita primer (belum mengalami stroke) beberapa upaya pencegahannya yakni dengan berhenti merokok, menjaga berat badan, menurunkan tekanan darah mengobati kencing manis, konsumsi makanan sehat, dan olahraga teratur.
“Sebab, orang yang memiliki hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol, rentan terkena stroke,” ujar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ini.
Sedangkan bagi penderita stroke yang sekunder (sudah mengalami stroke), kata Hasan, beberapa upaya pencegahannya adalah ditangani sedini mungkin dan kontrol secara rutin. “Sekunder ini sudah terkena stroke iskemik dan memiliki faktor risiko untuk stroke pendarahan (hemoragik),” ujar dia.
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak.
Stroke terbagi menjadi dua yakni stroke iskemik dan stroke hemoragik atau pendarahan. “Iskemik kondisi di mana otak kekurangan darah, sedangkan pendarahan adalah pembuluh darah sudah pecah,” kata Hasan kepada Tempo, Kamis (9/3).
Stroke iskemik disebabkan karena cabang pembuluh darah di otak mengalami penyumbatan yang biasanya diakibatkan oleh kolesterol dan racun dalam tubuh seperti radikal bebas.
Adapun, stroke hemoragik yang satu ini disebabkan karena cabang pembuluh darah yang berada di otak pecah atau pendarahan sehingga mengalami kerusakan. Kerusakan ini disebabkan karena kerapuhan yang terjadi di dinding pembuluh darah yang telah berlangsung sangat lama.
Indonesia pada 30 tahun lalu berfokus mengatasi penyakit menular, seperti malaria dan tuberkulosis. Dua penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri ini banyak diderita masyarakat. Jika tak tertangani dengan baik, penyakit ini bisa berujung pada kematian.
Pergeseran gaya hidup mengubah prevalensi penyakit mematikan. Dalam kurun 20 tahun—sekitar 1980 sampai 2001—angka penyakit infeksi menurun secara signifikan. Namun kematian yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, seperti jantung dan stroke, meningkat dua sampai tiga kali lipat.
Pemicu utama kematian
Tren yang sama terjadi di dunia. Dalam sebuah diskusi di Singapura dua pekan lalu, Amit Backhliwal, Wakil Presiden Servis dan Teknologi IMS Health untuk Cina, Asia Selatan, serta Timur, mengatakan penyakit kardiovaskular telah menjadi pemicu utama kematian di Asia-Pasifik.
Sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena gangguan kardiovaskuler sepanjang tahun lalu. Angka ini meningkat 21 persen dari 6,8 juta kematian pada 2005. “Penyakit kardiovaskular seperti bom waktu,” katanya seperti ditulis Koran Tempo, edisi 28 Maret 2016. Penyebabnya, kata Backhliwal, adalah perubahan gaya hidup. Merokok, minim gerak, konsumsi alkohol berlebihan, polusi udara, dan konsumsi makanan yang mengandung banyak kolesterol meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, satu penyakit kardiovaskular, yakni stroke, merupakan penyebab kematian kedua secara global. Penyakit ini menyebabkan 6,7 juta kematian pada 2012. Di Asia-Pasifik, 46 persen kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular pada 2012 berkaitan dengan stroke.
Penyebab utama timbulnya penyakit ini adalah pembekuan darah di pembuluh darah yang disebut stroke iskemik. Sebanyak 85 persen stroke disebabkan oleh jenis ini. Sisanya, sebanyak 15 persen disebabkan oleh stroke hemogarik, yakni stroke yang terjadi karena adanya perdarahan di otak.
Dokter spesialis jantung dari National Heart Centre Singapore, Tan Ru San, mengatakan satu penyebab pembekuan darah yang berujung pada stroke iskemik adalah atrial fibrillation atau fibrilasi atrium (FA), yakni bentuk gangguan irama jantung atau aritmia. Ketidakteraturan irama jantung ini menyebabkan ruang atas jantung bergetar dan tak berdenyut seperti seharusnya. Alhasil, darah tak terpompa dengan baik, sehingga berpotensi menyebabkan penggumpalan darah.
Jika mengalir sampai ke otak, gumpalan darah ini bisa menyumbat pembuluh darah arteri sehingga mengganggu pasokan darah ke otak. Ujungnya bisa mengakibatkan stroke, penyakit kehilangan fungsi otak karena terhentinya aliran darah. Penderita fibrilasi atrium ini lima kali lebih berpotensi terserang stroke. “Satu dari lima stroke iskemik disebabkan oleh FA,” kata Tan.
Menurut Tan, stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium akan lebih parah dibandingkan stroke yang disebabkan oleh faktor lainnya. Stroke karena fibrilasi atrium bisa menyebabkan kelumpuhan pada lebih dari setengah pasien. Sayangnya, angka penderitanya terus bertambah. Diperkirakan pada 2050 mendatang, penderita fibrilasi atrium di Asia mencapai 72 juta.
Penyakit ini, kata Tan, bisa menyerang siapa saja. Namun kebanyakan terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, kelainan jantung bawaan, penyakit jantung, dan diabetes melitus.
Dulu, para dokter menggunakan vitamin K antagonist yang bisa menghambat pembekuan darah untuk mencegah penyakit ini. Namun, masalahnya, kata Tan, obat ini tak stabil sehingga bisa berdampak buruk bagi pasien.
Kini, dokter sudah bisa mencegah serangan stroke karena fibrilasi atrium dengan mengkonsumsi antikoagulan, yakni obat pencegah pembekuan darah. Mereka yang memiliki faktor risiko penyakit ini bisa mengkonsumsi obat tersebut dengan resep dokter. “Obat ini juga bisa mencegah terjadinya serangan ulang stroke.”