RAB.com (JAKARTA): Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut rencana penetapan biaya isi ulang saldo uang elektronik atau top up e-money bertentangan dengan upaya pemerintah mewujudkan transaksi non cash, atau cashless society. YLKI pun mendesak Bank Indonesia membatalkan regulasi yang akan keluar akhir September 2017 itu.
“Cashless society sejalan dengan fenomena ekonomi digital. Namun, menjadi kontra produktif jika BI justru mengeluarkan peraturan bahwa konsumen dikenakan biaya top up,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi lewat keterangan tertulisnya, Sabtu, 16 September 2017.”
Pernyataan Tulus merespons ucapan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sebelumnya yang memastikan peraturan anggota dewan gubernur pemungutan biaya isi saldo uang elektronik perbankan dari konsumen akan terbit akhir September 2017. “Kami akan atur batas maksimumnya, dan besarannya, biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen,” kata Agus di Kantor Perwakilan BI Banten di Serang, Jumat, 15 September 2017.
Agus mengatakan regulasi isi saldo tersebut akan berupa Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Ia belum mengungkapkan aturan besaran maksimum biaya isi saldo uang elektronik karena masih dalam finalisasi.
Lebih jauh, Tulus menganggap pemungutan biaya administrasi top up e-money juga lebih menguntungkan perbankan daripada konsumen. Pasalnya, perbankan akan menerima uang sebelum transaksi terjadi.
Tulus juga menilai langkah tersebut sangat tidak adil. “Dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak mendapatkan insentif,” kata dia.
Pengenaan biaya top up e-money dinilai wajar hanya jika konsumen menggunakan bank berbeda dengan e-money yang digunakan. “Selebihnya no way (tidak bisa), harus ditolak.”
Mewakili YLKI, Tulus mengimbau perbankan tak mengambil keuntungan dari biaya top up e-money. Terlebih, pengguna sistem itu banyak berasal dari kalangan menengah bawah.
“Tidak pantas jika sektor perbankan dalam menggali pendapatan lebih mengandalkan “uang recehan”, seharusnya keuntungan bank berbasis dari modal uang yang diputarnya dari sistem pinjam meminjam,” kata Tulus.
Di lain pihak, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendukung aturan ini. Pemungutan biaya top up dianggap bisa meningkatkan rasa peduli konsumen terhadap sistem uang elektronik.
tempo
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menganggap pemungutan biaya isi saldo uang elektronik atau top up e-money sebagai hal yang wajar. Aturan yang akhirnya dimuluskan oleh Bank Indonesia itu dinilai bisa meningkatkan rasa peduli konsumen terhadap sistem uang elektronik.
Menteri Budi pun menyakinkan bahwa biaya administrasi top up e-money bukan untuk kepentingan pemerintah dan stakeholder terkait. Lebih dari itu, menurut Budi, biaya administrasi dibutuhkan untuk pengembangan sistem tersebut.
“Kan itu mahal, kartunya juga mahal. Jadi supaya tak menggampangkan, kalau diberi free (gratis), orang ambil buang, ambil buang,” ujar Budi saat ditemui di Kampus II Universitas Dr. Moestopo (Beragama) di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 September 2017.
Pernyataan Budi merespons ucapan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sebelumnya yang memastikan peraturan anggota dewan gubernur pemungutan biaya isi saldo uang elektronik perbankan dari konsumen akan terbit akhir September 2017. “Kami akan atur batas maksimumnya, dan besarannya, biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen,” kata Agus di Kantor Perwakilan BI Banten di Serang, Jumat, 15 September 2017.
Agus mengatakan regulasi isi saldo tersebut akan berupa Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Ia belum mengungkapkan aturan besaran maksimum biaya isi saldo uang elektronik karena masih dalam finalisasi.
Lebih jauh Budi optimistis aturan baru itu tak menurunkan minat masyarakat terhadap penggunaan e-money. Dia masih yakin program cashless yang diinisiasi pemerintah segera terealisasi. “Saya pikir masyarakat belum terbiasa saja. Kalau sudah, dan mereka punya satu kartu (untuk semua transaksi), mereka akan enjoy,” kata dia.
Aturan pemungutan biaya administrasi top up e-money akan dikeluarkan Bank Indonesia pada akhir September 2017. Meski belum diungkapkan resmi, besaran tarifnya diperkirakan berkisar Rp 1.500-2.000. Aturan ini dibuat BI usai mempertimbangkan kebutuhan perbankan akan biaya investasi dalam membangun infrastruktur e-money, layanan teknologi, termasuk perawatannya.