Tumpeng: Dari Ritual Keraton ke Pribadi

Tumpeng menjadi tradisi dan makanan utama pada berbagai acara di seluruh Indonesia. Fungsi simbolis makanan yang sarat dengan berbagai pemaknaan ini konon kian terancam dengan makin merebaknya popularitas makanan dari mancanegara.

Untuk mendalami dan memahami tumpeng terkait asal-usul, transformasinya dari sajian keraton menjadi makanan yang sepertinya harus ada dalam berbagai acara, hingga pemaknaan dan simbolisasi beragam tumpeng, berikut wawancara dengan Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Poeger (Gusti Poeger) putera Paku Buwono (PB) XII yang anggota Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat/Kasunanan Solo serta praktisi adat (ritual & pawukon) Jawa.

T: Bagaimana awal mula tradisi tumpeng ini?
Tumpeng niku sing buka kulo, wilujengan kabeh sing menterjemahkan kulo. Menterjemahkan dari predikat naskah Jawa lawas. Jadi keraton ini kerajaan Islam, la kenapa ada itu. Islam kan gak ada itu, la kok bisa… Ternyata itu sudah masuk ke beragam simbolisme. Tapi akhirnya orang menangkap itu sebagai sebuah peristiwa yang biasa. Sebetulnya tumpeng ini kan menyebarnya seperti ketupat.
Jadi sebenarnya tumpeng ini digunakan untuk ritus atau acara ritual. Ritual tadi di sebuah keluarga pribadi, kumpulan, paguyuban, bahkan negara sekalipun ada. Juga terkait kelahiran dan daur hidup lainnya. Itu semua ritus. Tapi karena sajiannya sebagian bisa disantap maka menjadi selazimnya makanan yang lain.
Maka kalau ada orang mengatakan ini sajian untuk makhluk lain, jawabnya tidak. Jadi dulu belum ada katering kan, mengapa dalam proses itu dibuatlah yang bisa dimakan. Yg tidak dimakan ada. Jadi dalam proses ritus itu ada yang bisa dimakan dan ada yang tidak. Tumpeng termasuk yang dimakan dengan lauk pauknya.

T: Sempat merasa mikirnya kebalik: tumpeng bagian dari ritual.. dan kami justru mengangkat tumpengnya secara agak berlebihan
Ya itu simbolisme dari ritual. Tapi supaya tidak menjadi salah persepsi, maka dalam hidup, selamatan atau tasyakuran itu tumpeng terkait simbol tadi yang bisa dan memang untuk dimakan. Itu simbol karena tumpeng itu kan segitiga/piramida yg melambangkan habluminallah. Segitiganya sendiri paling atas adalah Allah-Alam-Manusia. Jadi apapun kamu itu harus ke sana.
La di rangkaian bawahnya inilah rezeki atau pemberian Allah. Jadi Allah itu memberi kamu. Maka berbagai olahan ini kan dari sayur-mayur, daging, ikan yang diberikan oleh Allah. Itu kan simbolisme semua. Saat menghadapi itu maka bersyukur kita, namanya ya ingat kepada Tuhan.
Ini terkait zikir atau mengingat Tuhan yang tidak ada visual nya. Nah tumpeng inilah bentuk visualisasi mengingat Allah tadi.
Soal masa pra-Islam itu persoalannya beda. Oleh para wali saat itu diubah bahwa ini simbol. Semua disimbolkan. Salah satunya tumpeng itu.
Tumpeng pra dan pasca-Islam sama. Meskipun ada sedikit pengembangan dan variasi. Tapi pada prinsipnya sama: dari dipersembahkan ke dewa-dewa jadi soal habluminallah yang intinya bersyukur.
Ini hanya simbolisme yang dari predikat itu lalu saya terjemahkan ada acara, mengucap syukur dengan doa, dan lalu makan bersama. Tumpeng itulah yang dimakan. Ada yang memang tidak dimakan.

T: Pemahaman seperti itu mulai kapan?
Sejak Wali Songo menyebarkan Islam di Jawa terus menerus sampai sekarang. Dan itu saya bedah mungkin mulai 1983. Saya tidak menulis tapi ngomong di koran dan berbagai media lainnya bahkan di skripsi mahasiswa. Dari situ karena predikat tadi.
Jadi tidak mungkin ini persembahan.. tidak tidak ada itu karena semua simbol. Nah kalau seputar tumpeng seperti kembang setaman dan sebagainya juga sudah saya terjemahkan semua karena itu cocok dengan instruksi Allah.
Misalnya kita harus mencapai proses kudhu dan khusyuk: bersih agar kita bisa konsentrasi. Kembang untuk mengundang setan.. tidak ada itu. Itu yang bongkar saya semua. Termasuk intuk-intuk itu juga saya yang bedah. Juga tumpeng sewu yang untuk ritual menyambut Lailatul Qadar atau malam seribu (1.000) bulan. Itu tumpengnya juga dimakan setelah dibagikan dengan lauk pauknya.
Sesaji itu apa toh .. kan disajikan.. dalam konteks kita pertemuan. Kalau disajikan ya berarti itu untuk dimakan. Dulu sesaji untuk persembahan tapi lalu diubah maknanya menjadi sajian yang untuk dimakan. Ini yang saya bongkar. Jadi jangan sampai keraton itu yang negaranya Islam kok jadi syirik dan bidah. Tidak bisa itu, sehingga saya bongkar. Ini lo aspek habluminallah dan habluminanas nya.

Sama dengan acara Mahesa Lawung yang juga simbol pembuangan yang haram. Sejarahnya yaitu dari kerajaan Demak yang dari cerita babad kenapa saat itu diazab Allah dengan bencana dan wabah yang sering terjadi karena manusia masih belum atau masih melanggar larangan Allah: masih mabuk, berjudi, berperilaku seenaknya. Maka di situ ciu, Warak, badek, walagang, dan darah disingkirkan karena harus dibuang, atau dihindari. Kenapa kepala kerbau dipendem dalam ritual karena itu simbol kebodohan.
(Media utama yang dipersembahkan dalam prosesi upacara Mahesa Lawung adalah kepala kerbau. Adapun Filosofi penguburan kepala kerbau yaitu sebagai persembahan kepada Betari Durga, selain itu juga sebagai simbol penguburan kebodohan.)

Itu saya bongkar sehingga jadi juru golekan wong. Ngomong satu dua kata dikejar maka saya kembangkan saja sekalian sampai ke soal lansekap, bangunan, dan pakaian. Semua saya bongkar pemaknaannya sampai tata caranya.

T: Sekarang kondisinya bagaimana dengan pemahaman baru yang coba dimasyarakatkan?
Karena tumpeng ini untuk dimakan ya untuk acara apapun boleh. Orang pesen tumpeng di katering kan mesti ada acara atau maksud.
Tradisi tumpengan ini saya lihat masih kuat khususnya di kalangan masyarakat Jawa, khususnya lagi di Solo dan Jogja. Wujud tumpeng itu bahkan sekilas di mana-mana ada. Hanya tidak sekomplet di Keraton yang banyak variasi tumpeng. Keraton besar biasanya tumpengnya macam-macam. Kalau acaranya pribadi biasanya penggunaannya sendiri-sendiri, sedangkan di acara besar seperti di Keraton biasanya lengkap dan campur tumpengnya.
Di syukuran ulang tahun sering saya temui orang menyajikan tumpeng dan makanan lain seperti kue tart. Tanda bahwa tumpeng masih banyak dipakai atau sebagai makanan yang cukup populer di berbagai kalangan. Tumpeng menurut saya belum terpinggirkan oleh makanan lain atau masih dimaknai sebagai sajian utama sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan.
Makanya saya menjelaskan ini berdasarkan predikat kerajaan Islam. Sudah dibalik pemaknaannya atau sudah disimbolkan: dari yang dulunya tumpeng untuk persembahan sekarang simbol untuk sujud syukur. Jadi bisa dikatakan memang sekarang sudah menjadi pemaknaan yang dominan versinya Islam.

Jenisnya yang masih banyak dipakai tumpeng kuning, kendit, robyong, dll
Jawa juga ada tumpeng yg isian lauknya di dalam
Kenapa tumpeng: karena ada simbol di sana.

T: Mungkin beda pemahaman juga ya. jadi ada yang berusaha memasyaratkan untuk keruk tumpeng karena itu lebih lebih sesuai dengan maksud yang bahwa tumpeng itu egaliter, bahwa orang itu memang harus menghargai usaha, bukan dipotong di atasnya, terus supaya orang juga …
Tergantung kebutuhan simbolismenya ke mana. Keruk bisa, tinggal ngeruk gak papa saat tidak ada kebutuhan simbol-simbol lainnya. Langsung keruk saja.  Bisa. Bebas kok ini.
Sedangkan ritual untuk peresmian atau pembangunan itu karena memang ada simbol pemberian tugas. Kalau makan bersama dikeruk saja rame-rame, kalau perlu pakai tangan. Jadi fleksibel saja. Tidak perlu berkeras bahwa yang benar itu mengeruk tumpeng atau memotong tumpeng.
Dalam hal potong tumpeng ada makna tersendiri yang katakanlah sudah baku. Jadi kalau saya menyebutnya potong tumpeng itu untuk acara resmilah. Peresmian dimulainya pembangunan gedung, jalan, sampai pelaksanaannya, dsb. Yang ditugaskan itu yang dikasih potongan tumpeng. Itu simbol ketiban sampur.
Kalau untuk ulang tahun ya yang ulang tahun memotong tumpeng dan diserahkan kepada anak tertua atau sedulur tertua sebagai penghormatan dan nyuwun pangestu. Itu istilah dan simbolnya. Habis itu baru dibagi-bagikan kepada hadirin.
Tapi kalau mau rame-rame tidak ada apa-apa ya sudah barengan saja tidak ada acara potong tumpeng. Yang mau dipotong apa karena semua bareng dalam kebersamaan, semua paralel (sejajar) arep piye. Padajayanya wis langsung wae dibagi. Itu kebersamaan.
Jadi tidak ada tugas-tugas atau simbol-simbol di acara itu. Simbolnya kita makan bersama rame-rame, persahabatan,dan pertemanan, mensyukuri apa yang ada. Gitu aja.
Jadi keruk tumpeng itu bukan satu kelaziman di acara resmi. Karena acara resmi itu pasti ada tujuan selain syukuran, entah itu tanda dimulainya pembangunan atau penghormatan terkait sesuatu atau dimulainya pelaksanaan tugas apa.

Kemarin saat ditemui untuk menjelaskan oleh katering Tumpeng Solo, sudah saya terangkan. Klo saya ada acara kadang pesan ke Tumpeng Solo, atau kalau anak saya sempat ya bikin sendiri. Kalau acara keluarga dan repot semua dan tidak mungkin membuat sendiri ya pesan gitu aja.
Pilihannya tumpeng kuning atau putih dan lalu variasi lauk pauknya apa. Kita tinggal milih karena prinsipnya mau makan dan semua hidangan itu bisa dimakan. Jadi tidak usah takut adanya anggapan bahwa tumpeng itu makanan demit dan setan. Tidak. Anggapan seperti itu nantinya akan menjadi salah persepsi sehingga setiap ada tumpeng takut memakannya dan yang dimakan yang selain itu. Bukan begitu.
Persepsinya harus ditanamkan bahwa yang justru berbau doa adalah sajian tumpeng atau potongannya itu. Sehingga saat disuguhkan ya dinikmati saja karena akan membawa berkah sudah didoakan. Bagian atau serpihan-serpihan dari semua itu ya kita saut. Jadi deleg e yo keneng ucenge ojo nganti ketinggalan. Disaut sisan dadi ngabehi (direngkuh sekalian sehingga menyeluruh). Prinsipnya seperti itu.

T: Apa yang dicoba pada beberapa buku tentang tumpeng …
Esensinya kan sama dengan saya.. hanya saya prinsipnya dibagi jadi dua: pertama yang umum dan yang resmi untuk acara yang ada tujuan. Yang ada tujuan memang ada ritual potong tumpeng. Kalau ada yg dituakan sebaiknya simbol pertama yang memotong tumpeng di awal biasanya adalah ketuanya. Itu simbol penghormatan aja. Klo mau cara lain ya dikeruk saja oleh ketuanya untuk pertama.
Pemahaman tentang keruk tumpeng itu sendiri sejauh pengetahuan saya memang tidak ada di khasanah budaya Jawa, khususnya di Solo. Yang ada istilahnya langsung saja dibagi. Instruksinya adalah: baginen kang marata setelah didoakan dalam wilujengan itu.
Di tradisi Keraton tidak ada raja memotong tumpeng. Raja tidak potong atau keruk tumpeng. Potong pita dulu malah pernah. Jadi wilujengan kalau di acara besar instruksinya baginen kang marata.

T: Foto narasi setiap tumpeng itu penjelasannya apa minimal bisa sekitar 800 kata
Itu kan soal peruntukan misalnya tumpeng robyong biasanya jelas untuk ritual wetonan dan pawukon. Tumpengnya kayak tompo terus ada hiasan sayuran.
Tiap tumpeng itu tergantung acaranya atau tiap tumpeng punya makna sendiri, misalnya terkait komposisi sayuran
Pokoknya tumpeng itu terkait habluminallah. Prinsipnya ke Tuhan. Nah peruntukannya ada untuk wetonan (yang selapanan dan siklus 120 hari pawukon). Lalu peringatan seperti lailatul qodar pake tumpeng 1.000.  Kalau acara wilujengan tetap ada tumpeng tapi itu istilahnya hanya selamatan saja. Kita berdoa di depannya ada beberapa sesajian salah satunya tumpeng, dan makan yang maknanya syukuran.
Kalau punar ya sama itu tumpeng kuning. Biasanya dipakai untuk acara ulang tahun, untuk keselamatan, banyak rezeki, Ben cerah lah. Warna kuning itu kan sebuah filosofi lahiriah karena itu termasuk aluamah/lauwamah atau bersifat duniawi. Jadi kita semua itu Urip jangan diberi mati. Marilah kita berceria dalam hidup ini. Jadi makna punar itu kuning. Spiritnya seperti itu. Makanya dalam ulang tahun ya semangat untuk hidup terus, semangat bersama.
Klo tumpeng biasa yang hanya putih ya rasanya sudah sujud, pasrah, dan ngalah. Kalau kuning itu harus semangat dan aktif. Itu simbol ya orang hidup harus aktif dan warna itu juga simbol kemakmuran dan kesuksesan. Wong Urip kudu Urip: karena hidup ya harus memakmurkan siapa saja.
(Lauwamah yaitu sifat mementingkan makan dilambangkan dengan warna hitam karena dihubungkan dengan tanah, sebab tanah merupakan tempat hidupnya tumbuhan yang menghasilkan tanaman.)

T: Bisa dijelaskan semua yang disimbolkan pada beragam tumpeng?

Tumpeng Pustaka yang ada telurnya
Ya itu hanya simbol apa namanya.. bahwa semua ada ndas2annya.. pengarepe (pemimpin). Jadi kamu jangan melupakan ndas2an. Jadi asal-usul lah. U itu asalnya dari ini dan ini. Jadi ini tumpeng simbol asal-usul. Sehingga saat kita melihat itu eling .. o kita itu punya leluhur. Ada asal.. ancere itu dari mana to.. Nantinya akhirnya ketemunya Gusti Allah atau Tuhan.. sama saja. Jadi tumpeng Pustoko ini kalu dijabarkan lebih detil la mustoko itu kan kepala. Kepala itu pemikiran, penglihy, pendengaran, pengecap, dan pembau. Kita harus menyatu, semua harus bisa. Bagaimana kita bisa membuat sesuatu kalau masih terpisah-pisah jadi semuanya harus nyata. Berpikir yang jernih, melihat yang jelas, mendengar yang betul-betul harus didengarkan,. Makanya jangan asal makan tapi yang baik untuk dimakan. Membau ya mencium yang harum-harum saja.
Untuk event apa? Itu biasanya untuk rangkaian secara keseluruhan. Biasanya kalau di acara besar ada semua. Kalau ini mau disimpulkan sebagai ajaran pada sebuah paguyuban atau komunitas itu sesuatu yang bagus. Semua itu harus ada yang memimpin. Tidak mungkin jalan begitu saja. Angka masakan ada nabinya. Jadikan akan begitu ujung-ujungnya. Sekolah ada yang mimpin, keluarga ada kepalanya, kelurahan ada lurah. Itu kalau mau mendaftarkan dengan detail.
Terdiri dari 3: ngisor, tengah, duwur. Bahwa kita itu memandangnya kehidupan atas itu Allah, tengah manusia, dan kehidupan bawah kita.
Klo horisontal samping menyamping? Sama saja. Berarti kan ini balancing. Kita harus seimbang. Makanya atas, tengah, bawah kita tahu dan kanan-kiri itu harus seimbang. Tidak bisa ke kiri saja atau ke kanan saja jadi harus seimbang. Ojo emban sinde emban siladan. Harus seimbang kalau membuat keputusan harus adil. Gak bisa terbang pilih. Itu simbolnya begitu. Untuk acara menahbiskan pemimpin ya bagus ini karena pesannya Anda selanjutnya tidak bisa tebang pilih.

Yang penting saya sudah menjelaskan bahwa tujuannya secara garis besar tumpeng itu adalah untuk dimakan. Kecuali kalau punya tujuan khusus itu baru diagendakan misalnya aku mau mengajarkan bahwa di berbagai perkumpulan Itu ada pemimpin baru dipakai tumpeng pustaka. Kita harus bergembira untuk mencapai sesuatu agar moncer, dipakai tumpeng kuning. Supaya kita bisa merangkum semua seperti Tumpeng kendit yang menyatu. Kendit artinya tidak pisah. Khas tampilannya biasanya hitam. Tapi bebas, kuning bisa hitam bisa. Tumpengnya di-kendit.

Tumpeng Gundul
Tumpeng biasa tidak ada apa-apanya. Untuk acara biasa wilujengan. Itu simbol habluminallah audah, selesai. Simbol hanya ke Tuhan. Tidak kepada siapapun hanya nyuwun ke Gusti Allah. Gitu aja. Simbolnya gundulan ra eneng opo-opo kecuali Allah.
Ada aksesori bahan utama jenang merah putih yang dibentuk beberapa lambang
Merah putih hitam kuning biasane… Merah gula jawa
Berarti abang-putih itu soal asal usul. Itu kita asal usulnya dari Allah, dijadikan wujud bukan seperti Adam, kalau di pelajaran agama itu kan. Tidak Kun fayakun diemblek-emblek langsung jadi manusia tapi  dari merah putihnya indung telur atau kuning-putihannya telur.
Itu simbolnya. Jadi kamu dicipta oleh Allah itu karena tidak melalui kun fayakun dalam konteks tanah, tapi melalui nutfah jadi persatuan antara ibu dan bapak. Tumpeng ini kalau dipakai sebagai pelengkap ajaran di keluarga ini diadakan tidak apa-apa. Misalnya setelah ulang tahun simbol ini dimunculkan bahwa kamu ada asal yang berbeda dengan Adam dan hawa. Emang kamu diciptakan Tuhan tapi melalui bapak dan ibu dan telapak kaki Ibu itu adalah surga. Orang tua itu harus dihormati.
Kalau soal tanda plus di tengah pada jenang itu hanya variasi, untuk membedakan dan menjadi pemanis saja supaya tidak monoton. Kalau formasi komposisi (paroan, all w, all r) merah putih itu diartikan berarti kita harus bisa manjing ajur ajer, memang kita beda, akhirnya kita bisa masuk ke inti permasalahan kita bersama. Kalau tidak cocok ya dibuang saja ini disilang. Yin dan yang, perimbangan di tengah, tapi ini sudah mengacu pada kesadaran bersama dan ada yang masih emosional karena ada titik emosi merah di tengah. Masih panas. Tapi akhirnya semua ini menyimpulkan bahwa ada satu kesatuan dan bahwa itulah manusia hidup.. yang ditolak ya di-cross emang ada emosi ada persatuan ada perbedaan beda2 tapi satu.
Merah putih.. kan ciptaan Allah beda-beda
Dulu kan tidak ditulis komplit oleh mbah-mbah kita.. mung disimbolkan saja.. lah kita yang memecahkan bisa pusing dan menebak dari berbagai referensi seperti kehidupan dari itu tadi: predikat dan asal usul perjalanan, dari animisme, dinamisme,  Hindu, Budha, Islam itu saya gathukke. Dan ketemunya penjelasan-penjelasan di atas. Gitu aja. Dulu itu kareppe ngoten. Mung disik ora diceritake dan tidak dirinci tertulis.
Eg jangan menduduki bantal dan ditakuti nanti jadi bisulan yang maknanya bahwa bantal Itu kan untuk kepala kok ditutupi itu gimana.. kan tidak punya etika
Ojo mangan ng ngarep Lawang.. la dalam, siji bledug, kotor, makan penyakit, tur yo ora pantes .
Sekarang malah pantas makan di mana saja, pakai difoto segala untuk menunjukkan aku sedang makan di sini lho.

T: Tumbuk ultah ke-80 ada tebu wulung-nya
Klo di solo ya biasa pakai tumpeng kuning saja. Menunjukkan kesejahteraan saja.

T: Jadi memang ternyata tidak standar juga ya…
Biasanya pakai tumpeng punar karena terkait kemuliaan. Dan biasanya kalau tumbuk tapi itu mlebu. Karena satu putaran itu sama semua dino, pasaran, dsb. Kalau tidak itu bukan tumbuk. Tumbuk hanya kelipatan 8 tahun itungan bulan dan tahun Jawa. Kalau tidak cocok semua unsur dan detilnya ya itu bukan tumbuk. Itu ulang tahun biasa. Dalilnya begitu.
Ini untuk ulang tahun 80 tahun
Coba dihitung saja benar atau tidak menurut perhitungan tahun Jawa. Bukan Masehi. Harus berdasarkan bulan dan bulannya bulan Jawa. Beda juga dengan bulan Islam karena kabisatnya juga beda karena nanti perhitungannya ada yang lebih satu atau kurang satu. Di bulan Jawa ada pasaran di bulan Islam tidak ada.
Tumbuk semua harus sama hari dan pasaran dan biasanya pakai tumpeng kuning karena terkait pesan kemuliaan atau dimuliakanlah kamu. Dan ada beberapa rangkaian.
Di Solo tumpeng yang ada tebunya adalah di tumpeng memperingati kelahiran (maulid) Nabi Muhammad.

Beda rojo yang acaranya geden dan beda dgn acara pribadi orang biasa

T: Apakah ini dalam koridor yg sebenarnya ada semacam pembakuannya juga
Kalau wilujengan tumbuk itu ada tumpeng kuning karena terkait soal kemuliaan yang bersangkutan. Artinya tidak meninggalkan itu walaupun nantinya mungkin ada makanan yang lain. Dibakukan begitu tumbuk harus begitu ada urutannya. Soal negara mawa tata desa mawa cara, monggo. Di sana menggunakan simbol ini dan di sini menggunakan simbol yang lain itu monggo. Itu namanya dialektika atau dialek bentuk.
Nggak bisa komentar soal komposisi ini ya?
Soal tebu wulung kan sudah sepuh artinya wulung itu hitam. Hitam itu adalah sudah lebih sempurna walaupun Yang Maha Sempurna itu Allah.
Wulung itu adalah simbol kesempurnaan sebetulnya
Wortel kan sebenarnya tanaman Eropa masuk ke tumpeng ini. Ini sudah perkembangan jadi diganti bahannya. Harusnya telo kuning. Nasi putih bakunya habluminallah, kesucian atau penyucian, juga dibersihkan atau pembersihan. Pun netral klo putih itu.

Tumpeng Robyong
Biasanya untuk acara tinggalan pawukon yang 120 hari sekali. Pawukon itu rasi bintang atau berdasarkan astrologi.
Klo di keraton ada Wiyosan Dalem kan dibagi 2: berdasarkan pawukon dan wetonan. Tingalan dalem wetonan dan pawukon.
Tingalan jumenengan beda lagi.

Tumpeng Duplak
Tumpeng prinsipnya segitiga, piramida. Duplak nggih bolong. Krowak njerone. Biasane wadah.
Ada lekukan di puncaknya buat naruh telur. Duplak prinsipnya dipakai untuk menghaluska yang di sini untuk menyumbat angkara murka. Di tumpeng ini simbolnya menyumbat. Jadi harus bisa menekan dan mengendalikan hawa nafsu. Karena Wiji dadi tadi akhirnya nafsu yg harus ditundukkan.
Dibalik yang ke Allah kowe kudu iso niku koyo Tumpeng kendit. Hawa nafsu harus disumbat Ojo sampe ucul nek kowe.. diwadahi.. disumpet ojo sampe mencolot. Kan itu ditutup. Simbolnya menutup hal-hal yang sudah pas. Menahan diri. Jadi ya gocekono tenan jangan sampai kemasukan pengaruh-pengaruh yang membuat melenceng.
Jadi tetap variasi pluralisme. Tetap gangguan nya banyak sekali tapi kamu harus bisa nyumpet. U harus hati2 dan harus bisa mengepaskan apa yang kamu butuhkan. Eg harusnya butuh untuk beli beras kok untuk beli mainan. Simbol semacam ini kalau diterjemahkan ke kehidupan apa yang baku (penting) harus didahulukan. Jadi ini simbol prioritas. Emosi2 yang tidak benar disumbat. Yang pas sajalah.
Iki maksute apa.. na mbah2 mung ngono thok kok… Mung karena Kulo sudah belajar hal universal jadi bisa menafsirkan. Keraton memang tidak ada referensi eksplisit.
Serat Memule yang teks kunonya diterjemahkan pakar Indonesia dr AS ya tentang doa kepada para nabi dan wali.. makanan2 kesukaan nya masing2
Eg kurma terus diceritakan
Memule itu kita mengambil apa yang pernah diinstruksikan nabi. Itu saja yang paling baku. Menurut saya itu isi seratnya. Eg kanjeng sunan Kalijaga senengane kuluban yg anyep rasanya. Maknanya kita harus bisa mendinginkan emosi. Tak pernah makan garam kan jadi dingin atau simbolnya kita harus bisa mendinginkan.. ora kok terus kita ora mangan Uyah.. itu simbol kedinginan.
Tetap dingin itu adalah tempat untuk receiver paling bagus. Makanya harus mandi besar, dekat air, yang kalau secara ilmu teknologi transmisi kan harus ada ground. Jadi pakai penjelasan pakai pendekatan ilmiah juga sehingga orang senang karena lebih gamblang. Orang kungkum itu kan nge-ground sebenarnya. Tidak bisa nge-ground tak bisa transmit.
Di padang pasir karena itu harus air zamzam dulu byur atau wudhu dulu biar dingin nah  baru bisa transmit. Kalau kita-kita kungkum ning kali sudah cukup.

Semua tumpeng pada prinsipnya adalah tumpeng selamat.

Tumpeng Megono
Tumpeng ini mewujudkan kebersamaan. Biasanya begitu. Penyatuan. Megono biasanya segone dikepel loro. Saat diwujudkan tumpeng ya sama maknanya yaitu bahwa kita harus menyatu dengan Allah.
Dengan tumpeng Sunda prinsip pemaknaannya mestinya sama.
Robyong model keraton beda. Tapi juga mirip
Ini untuk Tingalan pawukon atau peringatan hari lahir menurut horoskop atau dalam konteks astrologi. Itu memperingati lahir di dalam zodiak/horoskop/pawukon. Ini memang simbol, koyo intuk-intuk itu wetonan atau selapanan.

Tumpeng Rasulan
Ada juga di solo tapi beda. Yg di gambar mungkin tumpeng syahadat. Tapi prinsipnya sama bahwa kita Rasulullah hidupkan fungsinya memuliakan nabi. Mempercayai bahwa nabi Muhammad adalah utusan Tuhan. Supaya istilahnya itu kita bisa mendapatkan syafaat Nabi nantinya. Orang Islam bisa mencapai itu.

Tumpeng Kapuranto
Aslinya warna oranye
Kapuranto biru itu sebuah istilahnya Kamu manusia itu terbatas karena itu kalau bisa ya saling memaafkan saja dan selesai. Apuranto itu maksudnya dimaafkanlah saya. Ini tumpeng simbol untuk minta maaf. Tumpeng ini bisa digunakan sebagai pelengkap kupatan. Sebenarnya kupat itu salah kaprah. kapan-kapan kulo terangke.

Ngapuro ing apuro kamu ada keterbatasan. Itu itu makna warna birunya bahwa manusia itu terbatas. Kalau aksesorisnya namanya dipangan ya tetap ada lauk pauk sebagai pelengkap hidup. Untuk kita yang hidup tetap ada. Bahkan harus ada istilahnya bahwa Urip itu ya urip. Ora Urip terus mangan kembang. Kan ya apa yang lazim dimakan.

Tumpeng Pancawarna
Ini kayaknya sudah soal perbedaan Solo dan Jogja. Di Solo juga ada. Pancawarna itu kan maksudnya kiblat papat lima pancer. Jadi terkait filosofi itu. Tumpengnya kecil2, ada buah, jajan pasar, ada telur cabe bawang. Itu semua juga dalam konsep pelengkap hidup. Ubo rampe ne wong Urip. Termasuk singkong dan pisang yg polo kependem dan polo gumantung. Nah pancawarna itu artinya juga. Sebenarnya bukan cuma 5. Dimensinya pluralitas lebar sebenarnya. Yo mung itu disebut 5. Itu kan hasil dari nilai baku. Pokoknya manusia itu ya macam-macam, yang intinya semua adalah ciptaan Tuhan. Itu kalau dikaitkan dengan rukun Islam yang akan memang 5, kalau disambungkan ke situ. Sebenarnya kan larinya ke situ kalau dikaitkan dengan ajaran para wali.
Tapi bisa juga ke sedulur 4, 5 pancer tadi. Itu ya semua

Tumpeng Kendit
Kuningnya di tengah, ya semacam itu. Supaya menyatu dan tidak pisah-pisah digondheli. Maksudnya satu terkait kebersamaan dan digondheli ya sujudnya ke Allah itu digondeli supoyo tidak melenceng. Prinsipnya seperti itu tumpeng kendit yaitu nggoceki, mengikat, di-kendit. Makanya kalau ada orang bilang masih boleh putus kendit itu cuma mengikat agar kamu menyatu agar kuat dan sampai tujuannya. Perkuatan itu agar wilujengan nya prabowo apik. Bertingkat putih-kuning-putih maknanya (sebenarnya bisa variasi bisa kuning bisa merah biru hitam) kendit nya kan variasi.  ya namanya di-kendit ya dicekeli dan digoceki. kendit kan di tengah. Kendit itu pending atau ikat pinggang. Kendit itu arti sebenarnya adalah tali. Ditaleni.

Tumpeng Alus
Sudah netral wis pasrah. Tumpeng itu simbol kepasrahan saja. Emang macam-macam kalau raja yang punya acara, ada berbagai macam tumpeng lengkap. Kalau Anda bikin sendiri-sendiri ijen ijen terus piye simbolnya. Akhirnya jadi pribadi. Jd tumpeng ini simbol kepasrahan saja atau simbol ikhlas.
Klo untuk raja simbol itu kan muncul semua dari proses ikhlas, semangat, bersatu, teguh pada tujuan. Itu semua dimunculkan dalam acara besar seorang raja.
Soalnya raja kan urusannya gak main-main sehingga semua simbol itu dipakai semua. Bahwa aku (raja) harus ikhlas aku juga harus ngayomi aku juga wah pokoknya semua kehendak. Itu tugasnya sebagai raja simbolnya begitu. Kalau sebagai pribadi ya dicoba untuk dipetik sehingga secara ritual… ah tak gawe tumpeng Alus dalam acara tertentu terus berdoa mengajak keluarga yuk belajar ikhlas. Jadi berat untuk Ikhlas itu memang berat.
Ini variasi ya, yang penting ini ya monggo supaya tidak kecut.. yang penting ikhlas Alus tok ra ono opo-opone.

Tumpeng Ropoh
Sing isian itu tadi. Sing njerone wonten isian.
Kuwi jerone isi lawuh…
Di luar ini semua: ada buah, palawija,
Itu sok salah ucap barang lo..
Soale Mbah-mbah dulu ngomong opo jenenge.. ora popo.. mungkin dadi ropoh..
Kalau saya menyebutnya itu tumpeng komplit. Ropoh itu komplit. Alusnya ada tapi kita harus melakukan semua dalah keikhlasan. Jadi itu semua isiannya di luar.

Tumpeng Pungkur
Bukan pangkur, pangkur kan tembang, masih takur2, kukur2 😊
itu untuk peringatan orang yang meninggal. Pungkur itu ya wis mungkur, wis ilang. Soal warnanya sebenarnya bebas saja tapi putih juga bisa menjadi simbol kepasrahan. Sudah meninggal, sudah berlalu, sudah tidak ada, sudah kembali ke haribaan Tuhan. Sudah kembali ke alamnya gusti Allah.

Tumpeng Among-among = intuk-intuk
Among simbol intuk-intuk sebenarnya. Tapi tumpeng jedhul seperti ini sebenarnya sama. Ada doanya: Nini mong aki mong. Maknanya bahwa kita lahir ini memang diberi jasad yang bersamaan, jasad yang.. biarpun itu memang rangkaian ya tapi itu kita hormati. Kakang kawah Adi ari-ari misalnya. Laki-perempuan yang asal usul dari yang ngayomi awake dewe. Juga terkait konsep dulur 4, 5 pancer.
Intuk2 ini kan dibuka, atasnya (cabe dan bawang) kan sama. Cuma intuk2 kan ada jenangan, ada lampu, ada jajan pasar. Juga gudangan kalau komplet. Nek dinggo pribadi mung sithok tok menurut kebutuhan. Misalnya saya butuh ini wetonane anakku terus mengumpulkan cah cilik-cilik terus dibuatkan nasi gudangan yang tidak pedes itu. Biar pada makan.
Tujuannya agar pada tahu bahwa kita pernah lahir. Lalu dalam acara itu diterangkan prinsipnya adalah asal usul.

Prinsipnya among dan untuk sama semua yang ditasbihkan kulo dari material itu supaya tetap menyatu momong awake dewe. Semua material yang diberikan oleh Allah itu jangan sampai nyulayani diri kita. Jangan sampai kuping ngganggu daging mengganggu diri sendiri, tulang juga mengganggu karena pegel-linu, getih jangan bludrek (hipertensi). Singkatnya seperti itu: agar material dari Gusti Allah jangan sampai tidak ngemong awake dewe.

Tumpeng Asrep-asrepan
Itu tadi, yang isinya kuluban. Jadi semua lawuhannya kuluban anyep. Kedelai ya cuma direbus dan godhok2an lainnya. Tidak ada bumbunya lah hambar atau tidak ada rasa. Tidak diberi garam atau bumbu lainnya.
Tumpeng 7 sasinan beda lagi. Itu tingkepan atau 7 bulanan. Ada kalung kembang itu variasi saja, Monggo. Yang penting ujube adalah dipakai untuk tingkepan. Setelah itu ada untuk procotan, jenang procotan.
Tumpengnya disimbolkan begitu supaya segar, cerah, dan lahirnya lancar. Menurut keyakinan lahir bulan ke-7 itu sudah “tua” dibandingkan usia berikutnya (bulan ke 8 atau 9). Memang itu juga aneh bisa begitu.
Kalau hiasan tumpeng monggo lah desa mawa cara negara mawa tata soal persimbolannya. Akhirnya ya bebas saja. Memang adat/tradisi/ritual Jawa begitu yang akhirnya tidak kaku. Saya ngitung dino barang itu juga luwes ada dalilnya. Ini sebenarnya katuranggan tumpeng, jenis, dan sifatnya.

****