RAB.com (JAKARTA): Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan alasan sakit untuk mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak dilakukan tersangka korupsi. Modus semacam ini perlu diwaspadai karena bisa menghambat proses hukum kasus yang tengah ditangani KPK.
Emerson mencontohkan kondisi Ketua DPR Setya Novanto yang dikabarkan sakit dan dirawat di Rumah Sakit Premier Jatinegara. Tersangka korupsi proyek KTP elektronik itu disebut-sebut menderita vertigo, ginjal, gula darah, hingga serangan jantung. Fotonya yang terbaring dengan dipasangi berbagai peralatan medis tersebar di media sosial.
“KPK harus meminta IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memeriksa agar ada second opinion. Jika sakit Novanto dibuat-buat, KPK harus menempuh langkah hukum. Begitu juga terhadap dokter, tenaga medis, serta pihak rumah sakit yang merawatnya karena dinilai menghalangi penyidikan,” kata Emerson kepada detikcom, Kamis (28/9).
Rumah sakit bisa diduga melanggar Pasal 29 Undang-Undang No.44/2009 tentang Rumah Sakit, khususnya: huruf k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit.
Selain itu jika dapat dibuktikan atau setidaknya patut diduga bahwa seorang dokter mengeluarkan pernyataan yang tidak benar dan/atau menyimpang dari kode etik kedokteran, maka oknum dokter harus dilaporkan kepada pihak berwajib dan bisa dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Bukan hanya pelanggaran kode etik profesi atau sanksi keperdataan, tetapi juga terancam sanksi pidana penjara (Pasal 242 ayat (1) KUHP).
Sudah minta ke IDI
Menurut Emerson, ada sejumlah tersangka ataupun terdakwa korupsi yang pura-pura sakit tapi ternyata sakitnya tak parah. Ia mencontohkan Kejaksaan Tinggi NTT pernah menjemput paksa Paul Witang, tersangka korupsi, dari RS Siloam, Kupang, pada Mei 2015. Tim intel Kejari Makassar juga pernah menjemput tersangka kasus korupsi Pematangan Lahan Terminal Dungingi Gorontalo, Sulistiyani Saleh, di RS Siloam, Makassar.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengomentari beredarnya foto Ketua DPR RI Setya Novanto yang sedang sakit dan dipasangi alat di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Agus menegaskan pihaknya akan meminta pendapat IDI. “Makanya supaya lebih netral, kita mengirim surat ke IDI. Supaya IDI melakukan pemeriksaan. IDI kan nanti bisa memberikan second opinion,” ujar Agus Rabu (27/9).
Agus telah meminta jajarannya mengirim surat ke IDI agar memeriksa Novanto. Tapi dia belum dapat memastikan surat tersebut telah dikirim ke IDI atau belum. “Rasanya saya sudah memerintahkan. Apakah sudah dikirim hari ini atau besok saya tidak tahu,” ujar Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, .
Agus juga belum mengetahui kapan IDI akan memeriksa Novanto di rumah sakit. Sebab, itu menjadi agenda IDI. “Belum tahu, yang pasti itu agendanya IDI sendiri toh,” ujar Agus. Sebelumnya, dalam foto yang diterima, Rabu (27/9), Novanto terlihat sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Novanto terlihat mengenakan kaos putih. Setengah tubuhnya tertutup selimut cokelat. Alat bantu pernapasan terpasang di wajahnya.
Umumkan hasil rekomendasi IDI
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengapresiasi sikap pimpinan KPK yang meminta IDI memeriksa kesehatan Setya Novanto. “Saya apresiasi kepada pimpinan KPK untuk second opinion dengan memanfaatkan MoU antara pimpinan KPK dan pengurus pusat IDI. Kalau IDI sudah periksa Setya Novanto dan ada rekomendasi medis, Setya Novanto layak diperiksa,” ujar Busyro di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/9).
Busyro mengatakan KPK harus segera mengumumkan hasil rekomendasi medis jika sudah dikeluarkan IDI. Sebab, hasil pemeriksaan tersebut berhak diketahui rakyat.
“Segera diumumkan oleh pimpinan KPK karena pimpinan KPK bertanggung jawab untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu karena KPK dibiayai masyarakat juga, kan. KPK harus melibatkan masyarakat. Segera umumkan. Sah, kalau memang itu layak diperiksa, segera periksa saja,” ujar Busyro.
“Kalau memang habis itu sakit, nanti kan bisa dibawa lagi ke rumah sakit. Kayak yang di Medan itu, habis diperiksa balik lagi ke rumah sakit,” tambahnya. Menurut Busyro, KPK sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk memenangkan praperadilan. Ia juga meminta hakim lebih berhati-hari dalam mengambil putusan.
“Tapi untuk ini sebetulnya sudah cukup kuat. Dua alat bukti dan prosedur penetapan sebagai tersangka itu tidak ada yang melanggar hukum acara. Apakah ada alasan untuk menerima praperadilan dari Novanto? Menurut saya tidak. Jadi kepada hakimnya untuk ekstrahati hati, harus berdasarkan pada bukti yang kuat dan intuisi keadilan,” kata Busyro.