RAB.com (JAKARTA): Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan dari kemacetan yang terjadi saat ini di wilayah Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) mengakibatkan kerugian mencapai Rp 100 triliun setiap tahunnya.
“Kerugian Jabodetabek itu (akibat kemacetan) Rp 100 triliun per tahun. Kalau itu bisa diselesaikan kan luar biasa,” ujar Bambang saat ditemui di Cikarang, Jumat (20/10/2017). Ia mengatakan untuk mengatasi kemacetan yang kian parah, BPTJ akan menerapkan beberapa kebijakan. Salah satunya mengurangi angkutan berat di jalan tol.
Sejak 16 Oktober 2017, telah diberlakukan uji coba pengaturan operasional truk golongan IV dan lima di Tol Jakarta-Cikampek. Kendaraan golongan IV yang dimaksud adalah truk kontainer dan truk gandeng yang saat uji coba tidak diperbolehkan masuk dan melintas di Tol Jakarta-Cikampek, di ruas Cikampek hingga Bekasi Barat arah Jakarta mulai pukul 06.00 – 09.00 WIB.
Truk akan tertahan di kawasan industri sebelum pintu masuk tol. Setelah lima hari diterapkan, dia pekan mendatang, BPTJ akan menerapkan kebijakan tersebut di arah sebaliknya, dari arah Jakarta ke Cikampek. Sekarang, tuturnya, kami mau uji coba dua arah, jadi Jakarta-Cikampek dan Cikampek-Jakarta. Karena arah dari Jakarta ke Cikampek memiliki persoalan yang sama.
“Niat kami baik, mau bantu pekerja yang tinggal di Jakarta, tapi kerja di kawasan industri Cikarang biar datang tepat waktu,” kata Bambang. “Jadi minggu depan kami akan lakukan sosialisasi untuk perjalanan truk dari Jakarta ke Cikampek selama satu minggu. Setelah itu baru kami terapkan uji coba pembatasan truk dua arah,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, pengaturan secara rinci masih dibicarakan. Namun yang pasti, truk golongan empat dan lima tidak boleh keluar dari kawasan industri sebelum pukul 09.00 WIB. Menurut dia, perlu uji coba untuk mengetahui apakah nantinya akan timbul permasalahan atau tidak. Usai uji coba, kata Bambang, pihaknya akan membuat Peraturan Menteri.
Rp 67 triliun di Jakarta
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan besarnya kerugian yang terjadi akibat kemacetan di Jakarta. Menurut dia, salah satu penyebab terjadinya kemacetan tersebut karena Jakarta telat membangun moda transportasi massal berbasis rel, mass rapid transit (MRT) dan infrastruktur lainnya.
“Kemacetan di Jakarta mengakibatkan kerugian lima miliar dollar AS (sekitar Rp 67,5 triliun, bukan Rp 670 triliun seperti disebut sebelumnya) per tahun ya, karena jumlah jalan kecil,” kata Bambang, di Universitas Indonesia, awal Oktober lalu. Pemprov DKI Jakarta, lanjut dia, telat membangun MRT. Padahal, kajian MRT sudah ada sejak tahun 1990-an.
“Hal itu disebabkan karena feasibility study (studi kelayakan) hanya dari sisi finansial saja. Padahal Jakarta ini sudah telat 30 tahun untuk membangun MRT, jadi (Pemprov DKI Jakarta) berkutat dengan masalah biaya dan revenue berapa. Pasti akan rugi terus, karena tidak layak sama sekali,” kata Bambang.
Proyek MRT dapat berjalan setelah melalui pendekatan ekonomi yang lebih makro. Menurut Bambang, MRT dapat menekan waktu tempuh perjalanan dan pemborosan bahan bakar. Kerugian akibat hilangnya waktu, pemborosan bahan bakar, dan polusi itu diharapkan bisa benar-benar dikompensasi dengan adanya infrastruktur MRT.
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta sudah memulai pembangunan MRT karena pendekatannya bukan lagi finansial, melainkan ekonomi. MRT Jakarta akan dibangun dalam dua fase. Fase I yakni Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia yang rencanakan akan rampung pada tahun 2019. Kemudian fase II jurusan Bundaran HI-Kampung Bandan.