RAB.com (JAKARTA): Kedipan yang menandakan sinyal wahana antariksa nirawak Cassini muncul di monitor ruang kendali Jet Propulsion Laboratory (JPL), California, Amerika Serikat, Jumat subuh pekan lalu. Lalu senyap. Tak ada lagi sinyal datang yang memastikan berakhirnya perjalanan Cassini: hancur saat jatuh memasuki atmosfer planet Saturnus.
Manajer Program Earl Maize memastikan hilangnya sinyal Cassini, saat meluncur masuk atmosfer Saturnus. Setelah menjalani misinya yang dimulai 20 tahun lalu, wahana itu diperkirakan hancur 45 detik setelah sinyal raib. Para ilmuwan yang mengawal misi Cassini merayakan akhir misi itu dengan haru. “Misi luar biasa bersama wahana dan tim yang hebat,” kata Maize dikutip space,com.
Cassini sengaja dijatuhkan karena bahan bakarnya menipis. Para ilmuwan tak ingin wahana itu menjadi sampah antariksa, melayang tanpa arah dan kemungkinan menabrak salah satu bulan Saturnus. Selama pekan terakhirnya, Cassini melintas di antara cincin-cincin planet itu. Dia juga melewati Titan, bulan terbesar Saturnus, sebelum meluncur masuk ke atmosfer dengan kecepatan 120.000 kilometer per jam.
Menurut Julie Webster, Manajer Operasional Cassini, fase akhir perjalanan wahana itu berlangsung sesuai dengan rencana, meski sempat ada keterlambatan sinyal selama 30 detik. “Tak ada lagi wahana yang membuatku terjaga pada malam hari,” kata Webster. “Aku pasti akan merindukannya.”
Maize mengatakan kinerja Cassini selama pekan-pekan terakhir sangat sempurna. Di tengah kondisi ekstrem dan bahan bakar terbatas, wahana itu sanggup menjalankan seluruh instruksi yang dikirim dari ruang kendali JPL. “Kami dapat seluruh data hingga detik terakhir,” kata Maize.
Salah satu isi data terakhir yang dikirim Cassini adalah citra inframerah yang menunjukkan bakal lokasi jatuhnya wahana tersebut. Gambar itu diambil 15 jam sebelum kehancuran Cassini. Citra itu juga menunjukkan kawasan gelap di sisi utara ekuator planet bercincin tersebut.
Cassini adalah wahana pertama yang mengorbit Saturnus. Dibuat dan dioperasikan oleh JPL, Cassini diluncurkan pada 15 Oktober 1997. Wahana itu berhasil masuk ke kawasan orbit Saturnus tujuh tahun kemudian (1 Juli 2004). Sejak saat itu Cassini terus mengirimkan data berharga tentang Saturnus dan bulan-bulannya.
Misi tersukses
Program Cassini awalnya terdiri atas dua wahana, yaitu Cassini dan Huygens. Keduanya menempel satu sama lain saat melakukan perjalanan ke Saturnus. Cassini dikerjakan Amerika, sementara Huygens adalah wahana yang dioperasikan European Space Agency (ESA). Pada Januari 2005, Huygens turun ke Titan, salah satu bulan di Saturnus dan mengirimkan kembali informasi tentang lingkungannya.
Pendaratan itu menghasilkan data penting untuk mengungkap kondisi Titan dan Enceladus, bulan di Saturnus yang menjadi target dalam mencari kehidupan di luar bumi. Titan memiliki danau-danau metan, sementara kutub selatan Enceladus memiliki semburan air, yang berasal dari lautan di balik lapisan es yang menutupi permukaan bulan itu.
Misi Cassini adalah salah satu yang paling sukses dalam sejarah eksplorasi manusia ke planet di tatasurya. Berkat Cassini, para ilmuwan mengetahui detail struktur cincin-cincin Saturnus yang memiliki partikel es. Wahana itu juga menjadi yang pertama kali mengeksplorasi ruang selebar 2.400 kilometer di antara Ring D, cincin terdalam Saturnus, dan atmosfer planet.
“Cassini mendobrak kerangka pikiran kita tentang ‘dunia lain’,” kata Premana W. Premadi, peneliti kosmologi dan galaksi dari Institut Teknologi Bandung, seperti dikutip Tempo, akhir pekan lalu. Menurut dia, setiap planet memang unik, tapi Saturnus mengalami detail sejarah yang begitu berbeda dari yang lain, salah satunya pembentukan cincin yang spektakuler.
Taufiq Hidayat, peneliti planet dan galaksi dari ITB, menambahkan, misi Cassini terpenuhi. “Bahkan, banyak yang melebihi ekspektasi,” ujarnya. “Kini kita tinggal menunggu studi terbaru dari data-data terakhir yang dikirimkan Cassini.”
Selama 13 tahun mengorbit Saturnus, Cassini mengubah pemahaman manusia tentang planet keenam di tata surya itu. Namun tetap saja ada misteri yang belum terpecahkan. Para ilmuwan masih tak tahu pasti berapa durasi hari di Saturnus. Fenomena medan magnet di planet itu juga masih menjadi teka-teki.
Jawabannya bisa jadi muncul dalam misi selanjutnya, termasuk soal potensi keberadaan habitat di bulan milik Saturnus. “Sebagian besar informasi di buku pelajaran tentang Saturnus datang dari Cassini,” kata Direktur JPL Mike Watkins. “Temuan-temuan selanjutnya akan sangat menarik. Kita harus kembali ke sana.”